topmetro.news, Medan – Persidangan kasus dugaan suap proyek peningkatan jalan senilai Rp165 miliar di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, kembali menghadirkan fakta baru.
Kepala UPTD Gunung Tua, Rasuli Effendi Siregar, yang juga berstatus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), mengaku mendapat perintah langsung dari mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting, untuk memenangkan perusahaan milik terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/10/2025) Rasuli menjelaskan bahwa instruksi itu terkait dua proyek besar, yakni pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp69,8 miliar.
Keduanya dimenangkan oleh PT Dalihan Na Tolu Grup (DNG) dan PT Rona Mora yang dipimpin Akhirun Piliang serta putranya, Rayhan Piliang.
“Pak Topan perintahkan supaya kedua perusahaan milik terdakwa Kirun ditetapkan sebagai pemenang. Setelah selesai saya laporkan, beliau hanya bilang: ‘mainkan’,” kata Rasuli di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu.
Rasuli menuturkan, setelah menerima instruksi tersebut, ia memanggil stafnya, Rian dan Bobby Dwi, untuk menyiapkan dokumen pendukung perusahaan terdakwa. Pengumuman pemenang kemudian dimuat di e-katalog pada 26 Juni 2025 malam.
Lebih lanjut, Rasuli mengaku menerima uang Rp50 juta melalui transfer dua tahap dari Rayhan Piliang. Uang itu disebut sebagai biaya untuk mempersiapkan dokumen perusahaan Kirun agar dapat keluar sebagai pemenang tender. “Benar, ada dua kali transfer, Rp20 juta dan Rp30 juta,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengaku belum menerima success fee sebagaimana biasanya. “Umumnya saya dapat 1 persen dari nilai proyek yang dikerjakan rekanan. Untuk proyek jalan ini belum pernah saya terima,” ucapnya.
Sementara itu, Topan Obaja Ginting membantah keras kesaksian tersebut. Menurutnya, ia tidak pernah memberi instruksi agar perusahaan Kirun dimenangkan dalam lelang. “Pemenang tender itu urusan PPK. Saya tahu hasilnya setelah dilaporkan,” ujar Topan yang hadir mengenakan kemeja putih.
Meski menolak tudingan mengatur tender, Topan tidak menampik pernah beberapa kali bertemu dengan Kirun. Ia menyebut ada empat kali pertemuan, antara lain di sebuah kafe, di City Hall Medan, kantor Disperindag dan ESDM, serta saat survei proyek di Sipiongot.
Topan mengaku perkenalan dengan Kirun difasilitasi oleh Yasir Ahmadi, mantan Kapolres Tapanuli Selatan. Dalam salah satu pertemuan di City Hall, Topan mengatakan ada pembicaraan soal izin galian C milik Kirun. Ia mengklaim sempat ditawari Rp50 juta namun menolaknya. “Saya tolak karena izinnya sudah saya teken,” ungkapnya.
Selain urusan galian C, menurut Topan, pertemuan dengan Kirun dan Yasir Ahmadi juga menyinggung rencana pelaksanaan proyek jalan serta persoalan pribadi anak Kirun yang ingin melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran di UNDIP Semarang.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur PT DNG, bersama putranya Rayhan Piliang, Direktur PT Rona Mora, telah memberi suap kepada pejabat Dinas PUPR Sumut untuk memenangkan dua proyek jalan dengan total anggaran Rp165 miliar.
Jaksa menegaskan uang Rp50 juta yang mengalir ke Rasuli Effendi Siregar merupakan bagian dari modus pemberian suap. Selain itu, jaksa juga menyebut masih ada janji success fee yang belum terealisasi.
Sebelumnya, majelis hakim juga telah mendengarkan keterangan dari saksi lain, yakni mantan Pj Sekda Sumut Effendi Pohan, mantan Kapolres Tapsel Yasir Ahmadi, serta Kepala Balitbang Pemprov Sumut Diki Panjaitan.
Reporter| Rizki AB